Wednesday, March 28, 2012

mencoba belajar (tugas hukum perbankan)



HUKUM PERBANKAN


1.    APA PERBEDAAN PRINSIP BANK DENGAN LEMBAGA NON BANK?
Bank
Lembaga non Bank
Bank (atau lembaga keuangan) merupakan lembaga yang memberikan jasa keuangan yang paling lengkap, yaitu terdiri dari:
-   menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan,
-   menyalurkan dana ke masyarakat dalam bentuk pinjaman
-   serta memberikan jasa-jasa keuangan yang mendukung dan memperlancar kegiatan memberikan pinjaman dengan kegiatan menghimpun dana.[1]
Misal: bank (terutama bank umum) bisa memiliki produk simpanan berupa giro maupun tabungan, bisa memberikan kredit (KPR, KKB, Kredit usaha dan lainya), bisa juga bekerjasama dengan perusahaan asuransi dan perusahaan efek untuk menjual produknya di bank.
Kegiatan lembaga non bank (lembaga keuangan lainnya/lembaga pembiayaan) hanya berfokus pada satu bidang saja apakah penyaluran dana atau penghimpunan walaupun ada juga lembaga pembiayaan yang melakukan keduanya.
Misal:
-    Leasing (sewa guna usaha) memfokuskan pada kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang yang telah disepakati bersama.[2]
-    Perusahaan Anjak piutang memfokuskan pada kegiatan mengambil alih pembayaran kredit suatu perusahaan dengan cara membeli kredit bermasalah perusahaan lain atau dapat pula mengelola penjualan kredit perusahaan yang membutuhkannya.
-    Dan lainnya.

2.    MENGAPA INDUSTRI PERBANKAN MERUPAKAN HIGHLY REGULATED INDUSTRY?
Perbankan adalah industri yang berdasarkan kepercayaan yang diperolehnya dari masyarakat. Dalam pasal 4 Undang-Undang nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan “Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.” Menurut saya, pengertian diatas menunjukkan bahwa industri perbankan merupakan industri yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Sehingga untuk melindungi para pihak yang terlibat, terutama masyarakat sebagai debitur maupun sebagai kreditur bank yang perlindungan terhadap hak dan kewajibannya harus diatur secara tegas oleh Negara melalui lembaga-lembaga yang dibentuknya.
Bank merupakan industri dimana uang yang digunakan mayoritas berasal dari masyarakat. Maka apabila sebuah bank mengalami kesulitan, pemilik (pemegang saham) merupakan pihak yang paling kecil mengalami kerugian. Terdapat pihak lain dalam jumlah banyak, tapi dalam nominal kecil, yang sangat rentan terhadap risiko. Selain itu, dapat menciptakan efek domino yang sangat dahsyat. Hal inilah yang mendasari undang-undang memberikan wewenang kepada Bank Indonesia, Bapepam dan lembaga lain untuk melindungi pihak “kecil” ini dan pihak lain yang berkepentingan (stakeholder). Tujuannya, agar bank dikelola dengan baik, sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi kreditur dan perekonomian secara umum. Yang terakhir  disebut dengan risiko sistemik. [3]

3.    ADA BERAPA JENIS BANK? JELASKAN PERBEDAANNYA!
Bank ditinjau dari segi fungsinya menurut Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan dikelompokan menjadi:[4]
a.    Bank Sentral
b.    Bank Umum
c.    Bank Pembangunan
d.    Bank Tabungan
      Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan telah dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 mengelompokan jenis Bank terdiri dari:
a.    Bank Umum
b.    Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
      Saya akan menjelaskan tentang kedua jenis bank menurut undang-undang yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998:
Bank Umum
BPR
1)    Adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.[5]
Adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.[6]
2)    Sifat jasa yang diberikan adalah umum, yaitu memberikan seluruh jasa perbankan yang ada.[7]
Sifat jasa lebih sempit karena tidak memberikan jasa lalu lintas pembayaran.

3)    Wilayah operasionalnya bisa dibentuk diseluruh wilayah.[8]
Wilayah operasional di wilayah kecamatan. Di luar ibukota, kabupaten, kotamadya, propinsi atau ibukota negara.[9]
4)    Modal disetor untuk Bank Umum (konvesional) sebesar Rp. 3.000.000.000.000,- (tiga triliun rupiah)[10] dan untuk Bank Syariah sebesar Rp. 1.000.000.000.000,- (satu triliun rupiah).[11]
Modal disetor untuk BPR dengan ketentuan[12]:
a)    Rp. 5 milyar untuk DKI Jakarta
b)    Rp. 2 milyar untuk di ibukota propinsi di Pulau  Jawa dan Bali dan di wilayah kabupaten atau kotamadya Botabek;
c)    Rp. 1 milyar untuk ibukota propinsi di luar Pulau Jawa dan Bali wilayah dan di wilayah Pulau Jawa dan Bali selain wilayah butir a) dan b) di atas; dan
d)    Rp 500 juta di wilayah lain di luar wilayah sebagaimana disebut dalam butir a), b) dan c).
5)    Bentuk badan hukum Bank Umum dapat berupa: Perseroan Terbatas (PT), Koperasi, atau Perusahaan Daerah (PD)[13]
Bentuk badan hukum BPR dapat berupa; Perusahaan Daerah (PD), Koperasi, Perseroan Terbatas (PT), atau bentuk lain yang ditetapkan oleh pemerintah.[14]
6)    Bank Umum boleh dimiliki WNI[15] ataupun WNA dengan penyertaan langsung secara kemitraan dengan WNI[16] dan juga WNI ataupun WNA, Badan Hukum Indonesia dan/atau Badan Hukum Asing yang membeli saham Bank Umum secara langsungdan/atau melalui bursa efek[17].
BPR hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh WNI, Badan Hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga Negara Indonesia, Pemerintah Daerah, atau dapat dimiliki bersama diantara ketiganya.[18]

4.    APA PERBEDAAN USAHA BANK KONVESIONAL DAN SYARIAH?
Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Bank Konvensional adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional dan berdasarkan jenisnya terdiri atas Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat.[19] Sedangkan Bank Syariah adalah Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.[20]
Perbedaan usaha bank konvesional dan bank syariah dapat dijelaskan sebagai berikut:[21]
Bank Konvesional
Bank Syariah
Melakukan investasi baik yang halal atau haram menurut hukum Islam
Melakukan hanya investasi yang halal menurut hukum Islam
Memakai perangkat suku bunga
Memakai prinsip bagi hasil, jual-beli, dan sewa
Berorientasi keuntungan
Berorientasi keuntungan dan falah (kebahagiaan dunia dan akhirat sesuai ajaran Islam)
Hubungan dengan nasabah dalam bentuk kreditur-debitur
Hubungan dengan nasabah dalam bentuk kemitraan
Penghimpunan dan penyaluran dana tidak diatur oleh dewan sejenis
Penghimpunan dan penyaluran dana sesuai fatwa Dewan Pengawas Syariah
Contoh produk: Simpanan, giro, deposito, kredit dan lainnya.
Contoh produk: Al-wadi’ah (simpanan), pembiayaan dengan bagi hasil (al-musyarakah, al-mudharabah, al-muza’arah, al-musaqah)

5.    MENGAPA INDUSTRI PERBANKAN TIDAK BOLEH LANGSUNG BERUSAHA DI BIDANG PASAR MODAL DAN ASURANSI?
Larangan bank melakukan usaha di bidang pasar modal dan asuransi tertuang dalam pasal 10 huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 menyebutkan: “Bank Umum dilarang: melakukan usaha perasuransian".
Menurut saya, bank umum merupakan lembaga intermediasi, yaitu lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat serta menyalurkan kembali pada masyarakat yang membutuhkan dana. Untuk melindungi dana masyarakat yang terkumpul di bank umum, maka usaha yang boleh dilakukan oleh bank umum dibatasi pada usaha-usaha yang memiliki potensi kerugian kecil. Asuransi dan Pasar modal merupakan usaha dengan potensi keuntungan yang besar namun juga memiliki potensi kerugian yang besar juga (high gain, high risk). Pemerintah tidak melarang bank umum untuk memperoleh keuntungan besar dengan memberikan kesempatan kepada bank umum untuk melakukan penyertaan tidak langsung di bidang ini. Hal ini merupakan penerapan dari Pasal 7 huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang menyebutkan: “Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Bank Umum dapat pula: b. melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, PERUSAHAAN EFEK, ASURANSI, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia".


[1] Tertuang dalam Pasal 1 Angka 2 tentang pengertian Bank. Selain itu juga disadur dengan pemahaman sendiri dari: Kasmir, S.E., M.M., 2005,, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, hlm. 4.
[2] Kusuma, Afandi, 18 Mei 2009, http://afand.abatasa.com/post/detail/2656/leasing-sewa-guna-usaha--pengertian tanggal akses 28 Februari 2012.
[3] Simatupang, Lando, 2 Februari 2012, http://bankirnews.com/index.php?option=com_content&view=article&id=2595:mengapa-bank-sangat-diatur-highly-regulated&catid=69:manajemen-risiko&Itemid=102 tanggal akses 28 februari 2012.
[4] Kasmir, S.E., M.M., 2005, hlm. 32
[5] Pasal 1 Angka 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
[6] Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Perbankan
[7] Kasmir, S.E., M.M., 2005, hlm. 32
[8] Ibid.
[9] Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 1992 tentang Bank Perkreditan Rakyat
[10] Pasal 7 huruf a Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/15/PBI/2005 tentang Jumlah Modal Inti Minimum Bank Umum.
[11] Pasal 7 huruf b Peraturan Bank Indonesia Nomor: 7/15/PBI/2005
[12] Power Point Mata Kuliah Hukum Perbankan dan Lembaga Keuangan Dr. Yunus Husein, S.H., LL.M. tanggal 27 Februari 2012.
[13] Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Perbankan
[14] Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Perbankan
[15] Pasal 22 ayat (1) huruf a Undang-Undang Perbankan
[16] Pasal 22 ayat (1) huruf b Undang-Undang Perbankan
[17] Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Perbankan
[18] Pasal 23Undang-Undang Undang-Undang Perbankan
[19] Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
[20] Pasal 1 Angka 7 Undang-Undang Perbankan Syariah
[21] http://id.wikipedia.org/wiki/Perbankan_syariah

No comments:

Post a Comment