Wednesday, March 28, 2012

mencoba belajar (tugas hukum investasi)

HUKUM INVESTASI DAN PASAR MODAL
Analisa terhadap Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

Hal-hal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (selanjutnya disebut UU PM) antara lain:
1.     Hanya mengatur tentang Foreign Direct Investment bukan Porto folio Investment.
UU PM mengatur penanaman modal secara langsung (Foreign Direct Investment). Hal ini terlihat dari pengertian penanaman modal menurut Pasal 1 nomor (1): “Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.”  Dari pengertian diatas kita lihat lagi pengertian modal yang diatur dalam Pasal 1 nomor (7): “Modal adalah aset dalam bentuk uang atau bentuk lain yang bukan uang yang dimiliki oleh penanam modal yang mempunyai nilai ekonomis.” Menurut saya dari pengertian tersebut bisa kita tarik kesimpulan bahwa pelaksanaan penanaman modal menurut UU PM merupakan penanaman modal langsung dari penanam modal yang dipertegas dengan kata “menanam modal” dimana penanam modal ikut serta dalam proses manajemen perusahaan tersebut sedangkan dalam Porto Folio Investment atau financial asset investment (investasi  di sektor keuangan)[1] adalah komitmen untuk mengikatkan asset pada surat-suratberharga (sekuritas) yang diterbitkan oleh penerbitnya. Porto Folio Investment merupakan proses investasi yang dilakukan oleh penanam modal yang tidak tertarik untuk ikut serta dalam manajemen perusahaan tersebut.[2]
2.     Menganut prinsip Most Favored Nation (selanjutnya disebut MFN).
MFN adalah setiap konsesi terbaik yang dibuat oleh suatu negara untuk Negara lain harus segera diberi segera diberi tanpa syarat kepada semua penanda tangan GATT, dengan kata lain, perlakuan MFN adalah hak dari semua penanda tangan. Ini adalah asas nondiskriminasi sebagai salah satu tonggak GATT, kekecualian ada, tetapi di atur dalam GATT.[3] MFN tertuang dalam Pasal 3 ayat (1) UU PMA: “Penanaman modal diselenggarakan berdasarkan asas: d. perlakukan yang sama dan tidak membedakan asal negara;” dan Pasal 6 ayat (1) UU PMA: “Pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada semua penanam modal yang berasal dari negara manapun yang melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Contoh pelaksanaan MFN adalah ketika Negara A diberikan tarif masuk sebesar Rp. Xx maka Negara B yang merupakan anggota GATT harus mendapatkan tariff masuk sebesar Rp. Xx juga.
3.     Untuk penanaman modal asing dan dalam negeri, menganut prinsip National Treatment (Pasal 4 ayat (2) huruf a).
Prinsip National Treatment dalam UU PM tertuang pada Pasal 4 ayat (2) huruf a yang berbunyi: “Dalam menetapkan kebijakan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah: a. memberi perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.” Pasal ini bermakna ketika penanam modal (anggota GATT) telah masuk dan berinvestasi di Indonesia, maka Pemerintah Indonesia harus memperlakukan penanam modal tersebut layaknya penanam modal dalam negeri.
4.     Nasionalisasi mungkin dilakukan bila diatur oleh undang-undang dengan ganti rugi yang wajar.
Prinsip anti nasionalisasi ini dibuat untuk memberikan rasa aman dan kepastian hukum bagi penanam modal yang ingin berinvestasi di Indonesia. Hal ini diatur dalam Pasal 7 yang berbunyi:
“(1) Pemerintah tidak akan melakukan tindakan nasionalisasi atau pengambilalihan hak kepemilikan penanam modal, kecuali dengan undang-undang.
(2) Dalam hal Pemerintah melakukan tindakan nasionalisasi atau pengambilalihan hak kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah akan memberikan kompensasi yang jumlahnya ditetapkan berdasarkan harga pasar.
(3) Jika diantara kedua belah pihak tidak tercapai kesepakatan tentang kompensasi atau ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyelesaiannya dilakukan melalui arbitrase.”
Pemerintah Indonesia mengatur tentang nasionalisasi ini bertujuan untuk membuat iklim investasi menjadi stabil. Walaupun ada kemungkinan nasinalisasi pemerintah Indonesia akan memberikan kompensasi yang wajar. Jaminan tidak akan ada nasionalisasi kecuali dengan kompensasi yang prompt, adequate and effective.[4] Hal ini diharapkan dapat mendorong penanam modal asing untuk melakukan investasi di Indonesia tanpa ketakutan nasionalisasi.
5.     Ketenagakerjaan.
Pasal 10 UU PM mengatur tentang ketenagakerjaan bagi penanam modal yang menanamkan modalnya di Indonesia. Pasal ini berbunyi:
“(1) Perusahaan penanaman modal dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja harus mengutamakan tenaga kerja warga negara Indonesia.
(2) Perusahaan penanaman modal berhak menggunakan tenaga ahli warga negara asing untuk jabatan dan keahlian tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -undangan.
(3) Perusahaan penanaman modal wajib meningkatkan kompetensi tenaga kerja warga negara Indonesia melalui pelatihan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Perusahaan penanaman modal yang mempekerjakan tenaga kerja asing diwajibkan menyelenggarakan pelatihan dan melakukan alih teknologi kepada tenaga kerja warga Negara Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Dari pasal diatas bisa disimpulkan bahwa penanam modal wajib melakukan:
a.     Mengutamakan perekrutan tenaga kerja WNI.
b.    WNA bisa digunakan sebagai tenaga ahli sesuai jabatan dan keahlian.
c.     Wajib meningkatkan kompetensi tenaga kerja WNI .
d.    Adanya transfer teknologi (transfer knowledge) dari tenaga ahli WNA ke tenaga kerja WNI.
6.     Proyek-proyek investasi yang dibolehkan atau diprioritaskan atau tidak dibolehkan
Penanaman modal yang dilakukan di Indonesia tidak dapat dilakukan di semua bidang usaha, Pasal 12 menyebutkan bahwa:
(1) Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan.
(2) Bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal asing adalah :
a.     produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang; dan
b.     bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang.
(3) Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden menetapkan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri, dengan berdasarkan kriteria kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan nasional, serta kepentingan nasional lainnya.
(4) Kriteria dan persyaratan bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan serta daftar bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan masing-masing akan diatur dengan Peraturan Presiden.
(5) Pemerintah menetapkan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan berdasarkan kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam, perlindungan, pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, pengawasan produksi dan distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerja sama dengan badan usaha yang ditunjuk Pemerintah.”
Pasal 13 juga mengatur tentang pembatasan proyek investasi, yang berbunyi:
“(1) Pemerintah wajib menetapkan bidang usaha yang dicadangkan untuk usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi serta bidang usaha yang terbuka untuk usaha besar dengan syarat harus bekerja sama dengan usaha mikro, kecil, menengah, dan
koperasi.
(2) Pemerintah melakukan pembinaan dan pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi melalui program kemitraan, peningkatan
daya saing, pemberian dorongan inovasi dan perluasan pasar, serta penyebaran informasi yang seluas-luasnya.”
Untuk pengaturan lebih lanjut dari Pasal 12 ayat (4) dan Pasal 13 ayat (1) tentang kriteria dan persyaratan bidang usaha yang boleh dimasuki oleh penanam modal diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2007 yang pada tahun 2010 dicabut dan diganti Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2010 Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal.
Perpres ini mengatur tentang bidang usaha yang:
a.     Tertutup merupakan bidang usaha tertentu yang dilarang diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal, yaitu: budidaya ganja; penangkapan spesies ikan yang tercantum dalam CITES, pemanfaatkan koral/karang dari alam untuk bahan bangunan/kapur/kalsium dan souvenir/perhiasan, serta koral hidup atau koral mati dari alam; industri minuman mengandung alcohol; industri pembuat Chlor Alkali dengan proses merkuri, industri bahan kimia yang dapat merusak lingkungan (halon dan lainnya sertaPenta Chlorophenol, Dichloro Diphenyl Trichloro Elhane (DDT), Dieldrin, Chlordane, Carbon Tetra Chloride,Methyl Chloroform, Methyl Bromide, Chloro Fluoro Carbon (CFC); Industri Bahan Kimia Schedule 1 Konvensi Senjata Kimia (Sarin, Soman, Tabun Mustard, Levisite, Ricine, Saxitoxin, VX, DLL); Penyediaan dan Penyelenggaraan Terminal Darat, Penyelenggaraan dan Pengoperasian Jembatan Timbang, Penyelenggaraan Pengujian Tipe Kendaraan Bermotor, Penyelenggaraan Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor, Telekomunikasi/Sarana Bantu Navigasi Pelayaran, Vessel Traffic Information System (VTIS), Jasa Pemanduan Lalu Lintas Udara; Manajemen dan Penyelenggaraan Stasiun Monitoring Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit; Museum Pemerintah, Peninggalan Sejarah dan Purbakala (candi, keraton, prasasti, petilasan, bangunan kuno, dsb),Pemukiman/Lingkungan Adat, Monumen, Perjudian/Kasino.[5]
b.    Terbuka dengan persyaratan adalah bidang usaha tertentu yang dapat diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal dengan syarat tertentu, yaitu bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan, bidang usaha yang dipersyaratkan kepemilikan modalnya, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan lokasi tertentu, dan bidang usaha yang dipersyaratkan dengan perizinan khusus. Dalam Lampiran II disebutkan beberapa bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan yaitu: Bidang Pertanian, Bidang Kehutanan, Bidang Kelautan dan Perikanan, Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral, Bidang Perindustrian, Bidang Pertahanan, Bidang Pekerjaan Umum, Bidang Perdagangan, Bidang Kebudayaan dan Pariwisata, Bidang Perhubungan, Bidang Komunikasi dan Informatika, Bidang Keuangan, Bidang Perbankan, Bidang Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Bidang Pendidikan, Bidang Kesehatan, Bidang Keamanan.[6]
7.     Perselisihan sengketa
Pasal 32 UU PM yang mengatur tentang perselisihan sengketa menyebutkan:
“(1) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanaman modal, para pihak terlebih dahulu menyelesaikan sengketa tersebut melalui musyawarah dan mufakat.
(2) Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, penyelesaian sengketa tersebut dapat dilakukan melalui arbitrase
atau alternatif penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanaman modal dalam negeri, para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase tidak disepakati, penyelesaian sengketa tersebut melalui arbitrase berdasarkan kesepakatan para pihak, dan jika penyelesaian sengketa tersebut akan dilakukan di pengadilan.
(4) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanaman modal asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase internasional yang harus disepakati oleh para pihak.”
Dalam hal ini pemerintah memberikan kepastian penyelesaian sengketa kepada penanam modal ketika terjadi sengketa di kemudian hari. Peraturan diatas membuat penanam modal bisa menggunakan forum internasional dalam penyelesaian sengketa. Misal ICSID (International Center for the Settlement of Investment Disputes)
8.     Bentuk usaha perusahaan
Penanam modal dalam negeri boleh berbentuk badan usaha berbadan hukum atau bukan badan hukum. Untuk badan hukum adalah Perseroan Terbatas (PT). dan Koperasi. Bentuk bukan badan hukum adalah Firma, CV, UD, atau PD. Penanaman modal asing harus berbentuk PT. kecuali ditentukan lain oleh undang-undang, misal dibidang Migas dan Pendidikan (Pasal 5 ayat (2)). Pasal 5 ayat (3) menyatakan: “Penanam modal dalam negeri dan asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroa terbatas dilakukan dnegan:
a.     Mengambil bagian saham pada saat pendirian Perseroan Terbatas;
b.    Membeli saham; dan
c.     Melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
9.     Hak atas tanah
Penanam modal dalam negeri maupun asing pasti memerlukan tanah untuk menjalankan usahanya, baik untuk pembangunan pabrik maupun menanam modal di bidang perkebunan, Pasal 22 ayat (1) UU PM menyebutkan bahwa:
“(1) Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus dan dapat diperbarui kembali atas permohonan penanam modal, berupa:
a.     Hak Guna Usaha (HGU) dapat diberikan dengan jumlah 95 (sembilan puluh lima) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 60 (enam puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 35 (tiga puluh lima) tahun
b.    Hak Guna Bangunan (HGB) dapat diberikan dengan jumlah 80 (delapan puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 50 (lima puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 30 (tiga puluh) tahun; dan
c.      Hak Pakai dapat diberikan dengan jumlah 70 (tujuh puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 45 (empat puluh lima) tahun dan dapat diperbarui selama 25 (dua puluh lima) tahun”
Istilah pembaharuan hak tidak terdapat dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yang mengatur hak atas tanah paling lama 35 tahun dan setelah itu dapat diperpanjang 25 tahun lagi. Pemberian HGU atau HGB sekaligus perpanjangan dan pembaharuannya tidak berarti mengubah ketentuan dalam UUPA, yang diberikan adalah jaminan untuk diperpanjang dan/atau diperbaharui.Namun Mahkamah Konstitusi dalam putusannya Nomor 21-22/PUU-V/2007 menyatakan bahwa kata-kata “diperpanjang dimuka sekaligus” tidak mempunyai kekuatan hukum. Alasannya antara lain bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu Pasal 22 ayat (1) tersebut tidak berlaku lagi, dan ketentuan tentang jangka waktu HGU, HGB, dan Hak Pakai yang diperoleh investor kembali kepada ketentuan dalam UUPA.[7]


Daftar Pustaka
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2010 Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal.
Prof Erman Radjaguguk. Hukum Investasi dan Pembangunan. Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012.
Kamus istilah ekonomi popular. Henricus W. Ismanthono. Penerbit Buku Kompas.
Slide mata kuliah Hukum Investasi Strata 1 Fakultas Hukum UGM oleh Prof.  M. Hawin.




[3] Kamus istilah ekonomi popular. Henricus W. Ismanthono. Penerbit Buku Kompas.
[4] Slide mata kuliah Hukum Investasi Strata 1 Fakultas Hukum UGM oleh Prof.  M. Hawin.

[5] Pasal 1 ayat (1) dan Lampiran 1 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2010 Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal.
[6] Pasal 2 ayat (1) dan Lampiran 2 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2010 Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal.
[7] Radjaguguk, Erman, Prof., 2012, Hukum Investasi dan Pembangunan, Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Hlm. 120.

No comments:

Post a Comment