Thursday, August 22, 2013

Petualangan 2013 (1)

Tulisan ini mungkin tidak akan merangkum semua kenangan yang ada, namun semoga tulisan ini dapat menggambarkan petualangan yang telah terjadi dalam hidup ku sejak tanggal 12 Agustus 2013 sampai dengan 15 Agustus 2013.
pemandangan dari atas Puncak Lawu

Awal Mula

Petualangan ini dimulai dari obrolan singkat via telepon antara Ndari dengan Acen (Ari Susena) dalam perjalanan pulang sehabis lembur. obrolan mengenang janji 3 tahun lalu untuk menikmati keindahan Puncak Lawu, ditambah dengan dorongan semangat setelah menonton film 5 Cm, terbesit lah ide untuk menunaikan janji tersebut pada tanggal 17 Agustus 2013.

Setelah itu mulailah aku bercerita kepada Bun (Bunkarni) dan dia menyanggupi untuk ikut, dengan pikiran bahwa mendaki gunung seperti piknik yang menyenangkan, bermodal tas ransel kecil, sepatu teplek untuk jalan, dan perbekalan seadanya.

Bermodalkan semangat mulailah Ndari dan Bun mencari tiket promo, sampai pada akhirnya dapatlah tiket Kereta Eksekutif Jakarta-Semarang Rp100.000,00 , Semarang-Jakarta sebesar Rp250.000,00 yang langsung dibooking saat itu juga.

tiket promo 
Ndari langsung menghubungi pak Warto, Bayan (Kepala Dusun) Ceto untuk menemani petualangan 3 orang ini. Namun pada tanggal 17 Agustus 2013 ada acara di Dusun Ceto maka beliau mengusulkan untuk dimajukan menjadi tanggal 14-15 Agustus 2013.

Langsung saja Ndari dan Bun mencari tiket lain yaitu Kereta Eksekutif Jakarta-Jogja yang untungnya juga promo menjadi seharga Rp100.000,00. Setelah itu, Ndari bercerita kepada kak Indri (Indriani Oka) dan kak Wiwin (Wintary) tentang tiket promo dan rencana Petualangan tersebut. Langsung saja mereka minta untuk dicarikan tiket promo untuk bergabung bertualang bersama. Tiket yang didapatkan yaitu Jakarta-Solo Rp100.000,00 dan Semarang-Jakarta Rp250.000,00. hahaha Semesta merestui Petualangan ini.

Ndari pun menghubungi Acen untuk menyusun strategi selanjutnya, mengingat peserta dari Jakarta seluruhnya perempuan, Acen pun akan mengajak 2 orang teman kostnya untuk bergabung yaitu mas Alam dan bangCep (Franky). Di waktu lain mas Hendri (Hendry Bundrawan) juga tertarik untuk bergabung dan bertemu di Solo.

Rencana pun disusun menggunakan media BBM dan Email. Objek wisata serta jadwal acara dibuat dan disebar untuk informasi  peserta Petualangan. Kami pun segera menghubungi teman-teman yang sering melakukan petualangan mendaki gunung untuk meminjam peralatan. Ndari meminjam tas Carrier ke mas Novian, kak Indri meminjam ke mas koh Irvan, kak Wiwin meminjam ke Wisnu, Bun meminjam ke Erni. bermodalkan sendal gunung yang ketika bercerita ke mas Novian diketawain, sleeping bag baru yang dibeli H-4 hari berangkat, 2 matras, senter, P3K yang baru dibeli H-2 hari berangkat, perlengkapan pun (dianggap) mencukupi kami dalam perjalanan ini.

Ndari pun menghubungi Mirah (Mirah Mahaswari) temannya yang berdomisili di Jogjakarta untuk numpang mandi ketika sampai Jogja, tak disangka Mirah menawarkan untuk dijemput dan menginap di rumahnya. Another blessing!!

Stasiun Gambir (ki-ka: Bun, Ndari, kak Indri, kak Wiwin)

12 Agustus 2013

Datanglah hari dimulainya Petualangan. Pit stop Petualangan pun dibagi menjadi 2 tempat, Jogjakarta (Ndari, Bun, Acen, mas Alam dan BangCep) dan Solo (kak Indri, kak Wiwin dan mas Hendri). Ndari, Bun menaiki kereta Taksaka Malam menuju Jogjakarta dan kak Indri serta Wiwin menaiki kereta Argo Lawu menuju Solo.



13 Agustus 2013

Tibalah Ndari dan Bun di Jogjakarta, dijemput oleh Mirah untuk beristirahat sejenak di Jalan Banteng Perkasa, sambil menikmati gudeg Jogja. Kak Indri dan Wiwin sampai di Solo, menumpang mandi di Hotel tempat teman Kagama kami menginap dan berlanjut jalan-jalan di Solo menanti mas Hendri datang.

Sekitar jam 8 Acen dan BangCep datang untuk menjemput Ndari dan Bun untuk menaruh barang pendakian ke kost mereka. Setelah itu Ndari meminjam motor milik Acen untuk berjalan-jalan di Jogjakarta, serta mencari barang-barang pinjaman lainnya bersama Bun, namun karena ada miskomunikasi alat-alat tersebut tidak dapat kami pinjam.

Perjalanan pun dimulai, Ndari membonceng Bun, Acen, BangCep dan Alam membawa motor sendiri-sendiri. Kami ber 5 akan menjemput kak Indri, kak Wiwin dan mas Hendri di Diamond Hotel. Di tempat pit stop tersebut kami dijamu oleh mam Rwin (Erwin Windrawati), mam Ries (Riesmalia) dan mas Yassir (Yassir Suhari A). Setelah makan dimsum dan ngobrol ngalor ngidul kami memutuskan untuk segera bertolak ke Dusun Cetho untuk beristirahat.

(almost) Full Team
ki-ka: BangCep, kak Indri, Acen, Ndari,
mas Hendri, kak Wiwin, mas Alam, Bun
Berangkatlah rombongan 4 motor (Ndari dan Bun; Acen dan kak Indri; BangCep dan kak Wiwin; serta mas Alam dan mas Hendri). Pit stop selanjutnya yaitu Pom bensin, Alfamart di Karanganyar, dan tempat teh yang oke banget yaitu Ndoro Dongker.

Di Ndoro Dongker tersedia berbagai menu teh mulai dari teh hitam, greentea, radja tea, earl grey tea dll, cemilannya juga ada Timus, Mendoan, Tahu, Singkong dll. untuk yang kelaparan seperti kami bisa memilih nasi goreng, kari ayam, ayam bakar dll.



ngeteh cantik di Ndoro Dongker
ki-ka 1: BangCep, mas Hendri, Acen, mas Alam
ki-ka 2: Ndari, kak Indri, kak Wiwin, Bun

Setelah puas ngemil-ngemil, ngeteh cantik, dan berfoto-foto perjalanan dilanjutkan menuju Dusun Cetho. Disinilah semua keseruan dimulai, tanjakan demi tanjakan dilalui, motor-motor mulai berjatuhan. Motor yang membawa mas Alam dan mas Hendri jatuh karena tidak kuat menanjak, tidak ada yang terluka, tapi tas Ndari putus gara-gara terlalu bersemangat lari menyusul yang jatuh. di tanjakan berikutnya motor yang membara BangCep dan kak Wiwin juga jatuh, tangan kak Wiwin agak luka, tapi untungnya tidak kenapa-kenapa. Di tanjakan hampir terakhir, motor Ndari dan Bun juga hampir jatuh, untung saja bisa diseimbangkan, sedangkan mas Hendri harus turun dan berjalan menanjak ketika ditanjakan terakhir tersebut karena motor mas Alam tidak kuat menanjak jika ada penumpangnya.

bersembahyang di Krincing Wesi
Akhirnya, sampai juga kami di Dusun Cetho. Semua rombongan langsung beristirahat sejenak dirumah Pak Warto untuk selanjutnya mempersiapkan diri ke penginapan disana. Setelah mandi dan bersembahyang di Krincing Wesi (leluhur masyarakat Cetho, yang berdiam di salah satu trap bagian dari Candi Cetho), kami pun kembali ke Rumah pak Warto untuk berkoordinasi dengan 4 (empat) teman dari Sar Sragen yang bernama MLT (Mili Laku Titah) yaitu mas Ika, mas Momo, mas Priyo dan mas Rendra. Koordinasi lebih banyak membahas tentang apa saja yang perlu dibawa, serta persiapan untuk besok hari. Disepakatilah besok pagi jam 5 kita berkumpul di Puri Saraswati untuk bersembahyang sebelum memulai Petualangan.
Packing-packing

Bintang malam di Cetho
Sekitar jam 10 kami sudah kembali ke Penginapan untuk packing terakhir, menyesuaikan isi tas serta beristirahat dan menanti hari esok.

14 Agustus 2013

Pukul 4 pagi ketukan di pintu kamar para perempuan terdengar, mulailah kami bangun dan packing terakhir semua keperluan. 

Ndari, mas Alam dan mas Hendry pergi ke rumah pak Warto untuk mengambil beberapa barang serta menjemput 2 anak KKN UGM 2013 yaitu Sandy dan Bayu untuk kemudian bergabung dengan rombongan lainnya di Puri Saraswati.

Setelah sampai di Puri Saraswati dan bersembahyang bersama memohon agar dilindungi dan diberikan keselamatan dalam perjalanan mendaki ke Puncak Lawu.


Dan Petualangan pun dimulai…

Rombongan berjumlah 14 orang yaitu: Ndari, Acen, Kak Indri, Kak Wiwin, Bunkarni, Mas Hendry, Mas Alam, BangCep, Sandy, Bayu, Mas Momo, Mas Ika, Mas Priyo, dan Mas Rendra.

Pada saat waktu menunjukan pukul 6.30 rombongan memulai perjalanan ke pos 0 yaitu Candi Kethek. Candi Kethek sendiri berada kurang lebih 200 meter dari Puri Saraswati. Dahulu di Candi Kethek terdapat Arca Hanoman namun saat ini Arca tersebut telah dipindahkan ke Dinas Purbakala. Di Candi Kethek ini kami sejenak menghaturkan dupa dan memohon ijin serta perlindungan.

Perjalanan dilanjutkan menuju Pos 1, jalan mulai menanjak dan didominasi pepohonan tinggi diselingi dengan tanaman perdu. Jalan yang kami lalui adalah jalan setapak yang hanya bisa dilalui oleh 1 orang. Beberapa orang mulai mengambil tongkat untuk membantu pendakian.

Tibalah kami di Pos 1, setelah menaruh dupa dan duduk-duduk sejenak, kami melanjutkan perjalanan. Sepanjang perjalanan mas Momo, mas Ika dan mas Priyo memasang tanda papan menuju puncak karena banyak tanda papan yang mulai rusak atau hilang.

Perjalanan menuju Pos 2 didominasi tanaman perdu yang rimbun sehingga rombongan harus lebih hati-hati dalam melangkah agar tidak terpeleset.
Pos 2, ki-ka: Sandy, Bayu, mas Priyo, mas Momo, kak Wiwin,
mas Rendra, mas Hendry, Ndari, Acen, kak Indri, Bun,
mas Alam, BangCep. (Pict by: mas Ika)

Tiba di Pos 2 dan setelah menaruh dupa, kami mulai mengeluarkan beberapa perbekalan berupa coklat untuk menambah tenaga kami serta minuman. Setelah berberapa kali berfoto kami melanjutkan perjalanan ke Pos 3.

tambang arang illegal
Perjalanan menuju Pos 3 tergolong lebih sulit karena didominasi oleh pasir akibat illegal logging dan pembakaran pohon cemara menjadi arang yang dilakukan oleh masyarakat. Debu menyeruak ketika kita berjalan, tentu saja hal ini menyulitkan kami untuk bernapas. Beberapa dari kami mulai menggunakan masker agar bisa melindungi diri dari debu. Namun tentu saja semakin sulit untuk bernapas. Tanjakan yang seharusnya mudah dilalui pun menjadi sulit karena tanah yang menjadi pasir gembur dan susah untuk dipijak. Dalam perjalanan ini kecepatan jalan Sandy mulai melambat karena kakinya kram, rombongan pun terpecah menjadi 3 bagian. Di bagian akhir Ndari, Acen, kak Wiwin, dan mas Priyo (atau mas Momo, aku agak lupa :p ) mencoba membantu Sandy dengan memberi balsam. Setelah membuka 2 celana panjangnya, dipijit oleh mas Priyo (atau mas Momo) Sandy mulai bisa bernapas sedikit lega dan kram kakinya mulai menghilang. Kami berlima pun melanjutkan perjalanan ke Pos 3. Di tengah jalan kami sempat bertemu dengan para penambang arang illegal, mereka menatap dengan tatapan tidak suka dan sempat marah-marah dengan mengacungkan parangnya. Untung saja mas Priyo (atau mas Momo) bisa menenangkan bapaknya sambil menyarankan kepada para penambang arang tersebut untuk menanam pohon setelah menebangnya.

Sesampainya di Pos 3, rombongan lainnya yang sudah menunggu dan memasak mie kuah untuk makan siang bersama. Bermodalkan beberapa bungkus mie kuah, rendang singkong kaleng, dan abon ayam kami makan bersama-sama. Para lelaki pun membuat kopi untuk menghangatkan badan. Sembari makan, kami mengecek persediaan logistic air tiap kelompok, berhubung banyak dari kami baru pertama kali mendaki gunung kami tergolong boros dalam hal minum. Persediaan air minum tiap kelompok kurang dari 1 liter. Mas-mas dari MLT (aku lupa siapa) memberikan semangat kepada kami dan berkata bahwa kami harus sampai puncak karena logistic yang sangat terbatas tidak memungkinkan apabila ada yang tertinggal. Deg-deg ser deh semuanya, wajah tegang dan serius mulai terpancar. Tidak ada keraguan bahwa kami tidak akan sampai di puncak, namun pertanyaan yang terpancar lebih kepada jam berapakah kita akan sampai puncak? Apakah minuman yang kami punya cukup untuk menemani kami?Air yang ada pun mulai di campur dengan nutrisari atau ekstrajoss agar lebih segar dan memberikan dorongan semangat saat melanjutkan perjalanan.

Perjalanan menuju Pos 4 agak sedikit lebih mudah karena jalan yang dilalui agak landai, sesekali menanjak. Sepanjang perjalanan, Sandy pun mulai dapat terlihat dan bergabung ke kelompok kami sehingga rombongan (agak) akhir menjadi 4 orang. Kami sudah mulai bisa melihat rombongan sebelumnya di depan kami, namun kami memilih untuk duduk beristirahat sejenak untuk mengatur napas dan minum. Sebelum sampai di Pos 4, kami harus sedikit mendaki lereng bukit. Kekuatan tangan dan kaki untuk menahan beban serta kecepatan berpikir untuk memilih rute yang ada menjadi modal utama kami.
pohon cemara yang terbakar
Di Pos 4 kami tidak lama beristirahat. Rombongan pun terpisah semakin jauh. Setelah beres-beres, kami semua pun melanjutkan perjalanan menuju Cemoro Kembar dengan formasi awal yaitu terbagi menjadi 3 bagian.  Ditengah perjalanan, Sandy kembali terkena serangan kram sehingga kelompok 2 pun menaruh Counterpain di tengah jalan agar dapat mengobati Sandy. Sambil terseok-seok, Sandy pun bisa melanjutkan perjalanannya bersama-sama. Saat sudah memasuki hutan cemara yang hampir setahun lalu terbakar, dari atas langit terlihat  seekor Elang Jawa terbang berkeliling mengitari rombongan kami. Seolah memberikan restunya kepada rombongan kami untuk mencapai Puncak Lawu.

tidur-tiduran di Cemoro Kembar
Pada saat perjalanan, kak Wiwin menemukan sebuah matras yang tertinggal. Acen sempat membawa matras tersebut kemudian menyerahkan kepada Ndari untuk dibawa sebagai tongkat.

berteduh di bayangan Cemoro Kembar
Sesampainya di Cemoro Kembar, ternyata rombongan lainnya telah menunggu 5 orang yang berada di bagian belakang cukup lama, bahkan ada beberapa orang yang sempat tertidur. Ndari, Acen, kak Wiwin dan Sandy langsung mengambil ancang-ancang untuk berbaring sejenak berbantalkan tas Carrier mereka masing-masing. 
Sementara rombongan bagian awal dan tengah mulai melanjutkan perjalanan.  Tak berapa lama Sandy pun melanjutkan perjalanan seorang diri. Jeda 10 menit dari Sandy berangkat, Ndari, Acen dan kak Wiwin beranjak menyusul sementara mas Momo, mas Ika dan mas Priyo masih duduk-duduk cantik di Cemoro Kembar.

 Perjalanan menuju pos 5 merupakan perjalanan yang paling menyenangkan. Pemandangan padang savanna serta birunya langit dan awan putih yang seolah berada di bawah kami menjadi hiburan tersendiri bagi kami. Berada “di atas awan” mungkin inilah yang kami rasakan.

Sesampainya di Pos 5 kami dan beristirahat sejenak, kami pun melanjutkan perjalanan.  Dengan sedikit menanjak, berkelok-kelok serta angin dingin yang berhembus kami melanjutkan perjalanan ini. Stok air mulai menipis, coklat dan biscuit pun mulai dikeluarkan untuk membantu menahan lapar dan haus. Pelan tapi pasti kami melewati jalan yang mulai melandai dibandingkan pos-pos awal. 
Padang Savana

Saat sedang berjalan, sayup-sayup Ndari, Acen, kak Wiwin dan Sandy mendengar terikan anak kecil memanggil. Saat melihat ke belakang ternyata pak Warto dan Adit menyusul kami. Mereka berangkat dari Cetho jam setengah 1 siang dan berhasil menyusul kami di perjalanan menuju pos 6. Hahaha malu dan senang menyeruak di hati kami. Adit pun seketika berada di baris awal rombongan belakang, dengan langkah yang lincah dan bersemangat memimpin kami sembari memberikan murbai hutan untuk menghilangkan haus. Langkah kami semua pun mendadak berubah mengikuti langkah bersemangat nan cepat Adit. Sekitar magrib kami sudah bisa melihat tugu puncak Lawu, senang dan semangat pun kembali mengisi hati kami.

Ketika melewati tumpukan-tumpukan bebatuan, pak Warto berkata “ini lo yang namanya Pasar Dieng”. Kami semua langsung terdiam dan melanjutkan perjalanan, di dalam hati terus menerus meminta izin untuk lewat (nb: Pasar Dieng konon adalah Pasar Setan, bebatuan yang tersusun merupakan lapak berjualan nya).

Pukul 18.30 rombongan akhir pun tiba di Pondok mbo Yem. Rasa lapar, haus, lelah, kantuk hilang seketika kami menginjakan kaki di Pondok mbo Yem. Sedikit lagi, ya tinggal sedikit lagi kami akan sampai puncak. Di Pondok mbo Yem, Kami langsung disuguhi teh panas oleh rombongan yang sampai lebih dulu. Setelah menaruh tas dan menata tempat untuk tidur nanti di Pondokan mbo Yem, kami pun keluar  ke depan Pondok mbo Yem untuk menikmati langit malam yang penuh bintang. Tak lama kemudian makanan pun selesai dimasak anak mbo Yem. Sederhana, hanya sepiring nasi dan telur ceplok serta sayur pecel, namun rasa makanan tersebut merupakan makanan paling enak yang pernah kami cicipi. Perjuangan untuk mendapatkan sepiring nasi mbo Yem mungkin tak akan kami lupakan.

Setelah membersihkan diri sejenak, Pak Warto mengajak Ndari, dan rombongan lain untuk ke Hargo Dalem untuk bersembahyang di tempat moksa Prabu Brawijaya V.

Obrolan pun dilanjutkan di dalam dan di depan Pondok mbo Yem. Perjalanan ke puncak disepakati akan dilakukan jam 5 keesokan hari dari Pondok mbo Yem. Rombongan di dalam Pondok mbo Yem memilih untuk berselimutkan sleeping bag dan mengobrol sambil mencari kehangatan. Rombongan di depan Pondok mbo Yem mengobrol tentang perjalanan mas Rendra keliling Sulawesi, BangCep dengan cerita dari Ambon nya, serta cerita lainnya sambil diselingi teriakan “bintang jatuh” yang kemudian akan diikuti kepala-kepala yang menengok kearah yang ditunjuk.  Perjalanan ini mendekatkan kami semua J

Sekitar jam 9 (pasnya 9.15) kami memilih untuk menghangatkan diri di dalam sleeping bag. Beberapa diantara kami sudah ada yang tertidur, beberapa lainnya nantinya melanjutkan mengobrol di pawon mbo Yem dan di luar Pondokan.

Tanggal 15 Agustus 2013

Ndari dan Bun di Hargo Dumilah
Jam 4 pagi, alarm berbunyi membangunkan kami satu persatu. Setelah bersiap-siap, packing barang-barang. Rombongan (minus teman-teman MLT yang memilih untuk melanjutkan tidur di Pondok mbo Yem) melanjutkan perjalanan menuju Puncak dipimpin oleh pak Warto. 


kak Wiwin, Bun, Ndari, kak Indri di Puncak
Cuaca berkabut dan dingin tak menghalangi langkah kami. Sekitar 20 menit kami sampai di Puncak Lawu yaitu Hargo Dumilah dengan ketinggian 3265 mdpl. Rasa haru dan senang menyeruak dalam diri kami. Setelah bersembahyang dan menghaturkan dupa, kami pun berfoto-foto bersama. Dengan mata berkaca-kaca, Kak Wiwin, kak Indri, Ndari dan Bun berpelukan merayakan keindahan Puncak Lawu yang dapat mereka lihat. Kami dan pun merekam mereka melakukan SHIKAAT MIRING ala Danang and Darto The Comment diatas Puncak Lawu (kapan lagi memalukan diri sendiri dan bangga telah melakukannya *nyengir)


Setelah puas berfoto-foto ria, kami pun turun menuju Sendang Drajat untuk mengisi logistic air minum kami sementara BangCep dan Acen menyiapkan kompor untuk memasak sarapan di Goa samping Sendang Drajat. Sarapan kali ini berupa 12 mie instan kari ayam, 2 kaleng besar sarden tomat, dan 7 bumbu kari mie instan. Sebelum memasak, para lelaki tangguh ini membuat minuman hangat untuk kami semua. Dengan segala keterbatasan gelas, piring dan sendok kami pun minum dan makan bersama dengan senang. Ada yang minum 1 gelas berempat, empat orang makan dengan 2 piring dan 1 sendok, atau dengan empat piring namun 1 sendok bahkan ada yang menggunakan tutup kaleng sarden sebagai sendok.

Foto Tim bersama mbo Yem
tiga bersaudara
(Ndari, kak Indri dan Ka Wiwin)

putri payung dan tas cantik


Jam setengah 8 rombongan bergegas kembali ke Pondok mbo Yem untuk beres-beres, mengambil bekal untuk makan siang yang kata pak Warto nanti akan kita makan bersama di Pos 3, bersembahyang serta pamitan di Hargo Dalem. Sebelum melanjutkan perjalanan kami berfoto dulu dengan mbo Yem dan mas Alam pun dihukum untuk melakukan push up karena menjatuhkan matras.
mas Alam dihukum
Perjalanan Turun pun Dimulai.

Ndari di bulak peperangan (Pos 5)
Kami pun melanjutkan perjalanan turun bersama-sama dengan kecepatan yang lebih cepat daripada saat naik. Saat tiba di padang savana rombongan pun bertemu dengan pendaki lainnya yang membawa seekor kambing untuk melunasi nazarnya. Kami pun sempat berfoto di padang savana. Rombongan turun terpisah lagi menjadi 3 rombongan. Rombongan 1 dan 2 bertemu di Pos 3 untuk beristirahat sejenak. Ketika Rombongan 3 datang, rombongan 1 dan 2 memilih untuk berjalan karena sudah lama berjalan. Rombongan 1 dan 2 pun terpisah saat melakukan perjalanan menuju Pos 2. Dengan sedikit terpeleset, rombongan 2 pun tiba di Pos 2 dimana mas Rendra mulai bercerita tentang kisah Jawa Kuno. Ndari dan kak Wiwin pun langsung mengeluarkan 1 bekal makan siang mereka untuk dibagi berdua, diikuti Acen, mas Hendri dan kak Indri. Ditengah-tengah santap siang datanglah mas Alam dengan setengah tergopoh-gopoh membawakan sendok untuk kami. Namun kami sudah makan menggunakan sendok dan garpu lipat milik kak Wiwin dan ada yang menggunakan tangan.

Tak lama kemudian datanglah rombongan 3 ditutup dengan Bunkarni yang berjalan membawa payung dan tas cantiknya. Seketika pecahlah tawa rombongan ini. Ditambah lagi setelah duduk, Bunkarni langsung mengeluarkan kaca dan sisirnya. Setelah mengobrol dan menikmati cemilan, rombongan 1 dan 2 memutuskan untuk berangkat. Tiba di Pos 1 kami beristirahat sebentar dan melanjutkan perjalanan menuju Pos 0 yaitu Candi Kethek. Disini mas Rendra, kak Indri, Adit, Acen dan mas Hendri telah menunggu Ndari dan Wiwin datang. Cerita-cerita pun dilanjutkan. Setengah jam kemudian baru rombongan 3 datang.  Setelah berkumpul semua, kemudian mas Momo dan mas Priyo disuruh untuk melakukan push up karena telah menjatuhkan Palu.
mas Momo dan mas Priyo dihukum

Kami pun melanjutkan perjalanan ke Rumah Plinthi sembari menunggu Ndari, kak Wiwin dan kak Indri yang bersembahyang ke Puri Saraswati dan Candi Cetho. Setelah semua rombongan lengkap, kami pun berfoto bersama di undakan tangga Candi Ceto kemudian melanjutkan perjalanan ke rumah pak Warto.

Ndari, kak Indri, kak Wiwin, Bunkarni, mas Hendri, Acen, mas Alam, BangCep pun bergegas mandi dan merapikan barang-barang mereka karena akan melanjutkan perjalanan ke Jogjakarta.

Setelah makan malam dan berpamitan, sebelum acara peringatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia, 8 orang itu pun melanjutkan perjalanan ke Jogjakarta.


MMIK Law Office, 20-22 Agustus 2013.
Foto oleh: Hendry Bundrawan, rekan-rekan MLT, A.A.Sagung Dwivandari dan Bunkarni
....... cerita akan berlanjut di Postingan selanjutnya .......

1 comment:

  1. Our great + memorable holiday..!
    Ga akan pernah bisa lupa sampai tua nanti yaa :)

    ReplyDelete